Tuesday, September 30, 2014

KINTARO


Pada zaman dahulu kala, di pedalaman gunung Ashigara, hiduplah seorang anak yang sehat bernama Kintaro.  Sejak bayi dia sangat kuat, Kintaro merangkak sambil menarik tali yang diikatkan pada gilingan yang terbuat dari batu, dan gilingan dari batu itu pun bergerak.
Teman-teman Kintaro adalah binatang-binatang yang menghuni gunung Ashigara. Apabila Kintaro pergi ke gunung, maka binatang-binatang akan datang berkumpul. Seperti : rusa, kelinci, rubah, monyet, dan tupai. Kintaro setiap hari menghabiskan hari-harinya bermain-main dengan binatang-binatang itu.
“Ayo, kita lomba lari sampai ke gunung.”
“Bersiaap, mulai !”
Hosh…hosh…hosh… untuk lomba laripun, Kintaro yang nomor satu.
“Selanjutnya kita main apa ya?”
“Ayo bertanding sumo.”
“Ya, ayo-ayo”
Mereka menggambar sebuah lingkaran yang besar di tanah dengan menggunakan dahan pohon. Membuat dohyo.
 “Ayo lawan, jangan sampai keluar lingkaran.”
Pada saat sedang asyik bermain dengan para binatang, tiba-tiba, “Argh…”terdengar suara raungan dari seekor beruang liar yang tiba-tiba saja muncul.
“Kintaro, ayo bertanding sumo melawanku. Balasannya kalau kamu kalah, kamu akan aku jadikan pelayanku.”
“Tidak apa-apa. Ayo mulai !”
“Kira-kira siapa yang akan menang ya”, kata para binatang.
“Ayo Kintaro, lawan dia !”, seru para binatang dengan cemas.
Dan dimulailah pertandingan sumo tersebut.
“Ayo lawan, jangan sampai keluar lingkaran.”
Ini adalah pertandingan jawara sumo gunung Ashigara. Kintaro dengan muka memerah, berusaha dengan keras menjatuhkan beruang. Beruangpun berusaha bertahan dengan kedua kakinya.
“Yak !”, seiring dengan teriakan kemenangan Kintaro beruangpun jatuh terdorong ke luar lingkaran
  “Yah, kalah. Aku mengaku kalah darimu. Mulai sekarang aku akan mendengarkan apapun kata-katamu.” Kata beruang.
“Kalau begitu berhentilah mengganggu dan berbuat kasar pada semua, ya.”
“Ya, aku tidak akan melakukannya lagi.”
Dengan begitu, merekapun berteman baik dengan beruang.
Pada suatu hari berkatalah musang. “Kintaro, ayo kita pergi memunguti buah kuri di seberang gunung”
“Ya, ayo kita pergi.”
Para binatang pergi dengan riangnya.
Tetapi, ketika sampai di tempat mereka harus menyeberang, ternyata tidak ada jembatan yang menghubungkan sungai. Apakah telah dihanyutkan oleh badai?. Kalau begini tentulah tidak akan bisa menyeberang ke tepian sungai di seberang.
“Waduh, bagaimana ini? “ semua mengeluh, dan seketika itu, “Hei, ayo kita bikin jembatan”, berkata Kintaro, kemudian memagut sebuah pohon yang sangat besar yang ada di dekat situ, dan mencabutnya dengan kedua tangannya.
“Hah..hah…”, kemudian akhirnya, “srak” bunyi suaranya, mulai tercabut akar dari pohon besar itu.
Kintaro dengan segenap kekuatannya, mencabut pohon besar itu sampai ke akar-akarnya.
“Wah, Kintaro hebat ya.”
“Terima kasih, Kintaro.” Semuanya memuji kehebatan Kintaro.
Kintaro kemudian merebahkan pohon besar itu sampai ke tepian sungai di seberang, dan terbentanglah sebuah jembatan kayu bulat yang besar..
“Nah, ini dia. Ayo kita menyeberang.”
Merekapun menyeberangi jembatan untuk pergi memunguti buah kuri.
Ternyata peristiwa ini dilihat secara diam-diam oleh seseorang dari tempat persembunyiannya. Seorang pengikut dari samurai hebat ibu kota, yang sedang menyertainya berburu di gunung.
“Ada seorang anak laki-laki yang hebat.”
Samurai  itu terkejut dan berkata pada pengikutnya itu.
“Saya ingin anak laki-laki itu untuk menjadi pelayan saya.”
Akhirnya Kintaro dibawa ke ibu kota, berganti nama menjadi Sakatano Kintoki, dan kemudian menjadi seorang samurai yang sangat kuat dan terkenal, 

Catatan :
1.      sumo          : gulat ala Jepang
2.      dohyo        : lingkaran di atas tanah yang merupakan arena untuk bergulat
3.      kuri            :    kastanya
4.    samurai       :    istilah untuk perwira militer kelas elit Jepang, orang yang kuat.


*** Pesan Moral ***

Anak yang baik akan disayangi teman-temannya







KOBUTORIJIISAN (Kakek dengan Benjolan di Pipi)

 

Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang kakek dengan benjolan di pipinya. Tentang berapa besarnya benjolan itu yaitu sebesar sekepalan onigiri (nasi kepal) pun ada.
“Apa yang musti saya lakukan, adakah cara untuk menghilangkan benjolan ini ya? Setiap hari Kakek memikirkannya.
Pada suatu hari, Kakek pergi ke gunung untuk mencari kayu bakar. Hari telah sore, dan sewaktu Kakek hendak pulang, terdengarlah guruh bersahutan. Hujan pun turun dengan derasnya.
“Apakah ada tempat untuk saya berteduh ya?,” kata Kakek sambil mencari-cari tempat berteduh, dan menemukan sebuah gua di dekat situ. Kakek pun masuk ke dalam gua dan berteduh menunggu hujan berhenti. Pada saat menunggu itu, akhirnya Kakek pun tertidur.
Serasa mendengar bunyi seruling dan gendang, Kakek membuka matanya dan ia pun terkejut takjub. Dalam kegelapan di tengah malam itu, di dalam gua di sekeliling api unggun yang berkobar-kobar tampaklah raksasa berwajah merah dan biru yang sedang asyik minum sake. Juga ada raksasa yang meniup seruling, memukul gendang dan menyanyi-nyanyi.
Kakek menjadi ketakutan dan bersembunyi mengintip semua itu, tetapi sewaktu mendengar bunyi seruling dan bunyi gendang, dan melihat tarian para raksasa itu, lama kelamaan kakek merasa senang. Kemudian tanpa sadar Kakek pun ikut bernyanyi.

Suttokotonno suttenten
Kekkerokeeno paakapaka
Peppekepeeno hyaarahyara

“Hei lihat, di sana ada manusia, seorang kakek-kakek.”. Para raksasa melihat tajam kepada Kakek dengan wajah yang sangat menakutkan, tapi karena lagu Kakek sangat menarik.
“Wah, ternyata seorang kakek yang lucu.”
“Ayo bergabung minum sake di sini,” para raksasa berujar.
Kakek karena perutnya terasa lapar, “Halo, apa khabar?”, keluar menemui para raksasa dan ikut bergabung minum sake.
Tottokotonno tetteketen
Pukkupukupaano puukapuka
Reroreroreeno keerakera

Para raksasa merasa lucu, dan tertawa bertepuk-tepuk tangan. Kakekpun merasa senang, dan lupa waktu yang terus berjalan     
Sementara itu, entah datang dari arah mana, terdengar bunyi kokok ayam.
            “Sebentar lagi akan subuh. Ayo kita berhenti duku untuk hari ini.”, salah seorang raksasa berkata, dan raksasa yang lain berkata, “Kakek, terimakasih telah menari dan bernyanyi, sangat menarik sekali. Kapan-kapan datang lagi, ya?”
            “Ya, nanti saya datang lagi,” kata Kakek, namun raksasa berkata, “Tapi, adakah sesuatu yang bisa kami pegang untuk dijadikan jaminan, apabila ternyata tidak bisa datang? Oh ya, kalau begitu titipkanlah pada kami benjolan yang ada di pipimu itu,” berkata begitu, raksasa segera mengambil benjolan yang ada di pipi Kakek
Kakek langsung pulang ke rumah dengan pipi yang sudah terasa ringan, kenudian bercerita tentang kejadian semalam kepada kakek sebelah rumah.
Kakek sebelah rumah menjadi iri mendengarnanya. Karena Kakek sebelah rumah ini pun memiliki benjolan di pipinya.
“Saya telah mendengar sesuatu yang baik, saya akan pergi ke tempat para raksasa, dan minta tolong mereka untuk menghilangkan benjolanku ini, “ berkata begitu, berangkatlah Kakek sebelah rumah ini. Kakek ini, persis seperti cerita yang didengarnya, menunggu di dalam gua di gunung. Dan pada malam harinya, datanglah para raksasa untuk mulai berpesta sake.
Kakek ini pun bernyanyi,

Doddekedendara doddekeden
Buubukugaagaa buudarabii
Derooderoodeedo geedageda

Tetapi lagunya sangat jelek.
            “Lagu apa ini? Jelek sekali,” kata para raksasa dengan wajah yang ketus.
            “Kalau begitu, coba menari!”
            Kakek ini pun menari, tapi tariannya jelek sekali.
            “Apaan sih, tidak menarik sama sekali. Ya, sudah. Kami kembalikan barang yang dititipkan sebelumnya dan cepatlah pulang.” Berkata begitu, raksasa melemparkan benjolan yang dijadikan jaminan oleh kakek yang datang sebelumnya, kepada kakek sebelah rumah ini, dan menempel tepat di pipi satunya lagi yang tidak ada benjolan.
            “Aduh, benjolan di pipiku menjadi dua nih,” Kakek sebelah rumah ini menuruni gunung, pulang ke rumahnya sambil menangis.

                                            *** Pesan Moral ***

                             Kerakusan hanya akan membawa bencana.

NEZUMI NO YOME-IRI (PERNIKAHAN TIKUS)



Dahulu kala, hiduplah seekor tikus yang sangat cantik. Bapak dan ibu tikus itu bangga sekali pada anaknya.
            “Anak kita ini, tidak akan kita biarkan ia menikah kecuali dengan orang yang paling hebat sedunia.”
            “Ya, benar. Tapi siapakah gerangan orang yag paling hebat sedunia itu ya?”
            “Tentu saja ia adalah sang Dewa Matahari.”
Kemudian bapak dan ibu tikus, mebawa anak perempuannya pergi ke tempat Dewa Matahari.
            “Kamu adalah orang yang paling hebat di dunia, tolong jadikan anak perempuan kami sebagai istrimu.
            “Benarkah  saya adalah orang yang paling hebat sedunia ?, tapi tetap saja ada orang yang tidak pernah saya kalahkan”
            “Oh ya., siapakah gerangan ia?” Tanya bapak tikus.
            “Yaitu sang awan. Sinarku sering terhalang oleh sang awan.”
            Mendengar hal itu, bapak dan ibu tikus membawa anak perempuannya ke sang awan..
            “Hai awan yang terhebat di dunia, terimalah anakku untuk menjadi istrimu.”
            “Oh, tidak. Karena saya selalu bisa diterbangkan ditiup oleh angin.
            Kemudian bapak dan ibu tikus pergi ke tempat angin, dan meminta supaya anaknya diterima menjadi istri sang angin. Dan sang angin pun berkata.
            “Meskipun kalian telah sengaja datang ke sini, tapi ada yang lebih hebat dari saya, yaitu sang dinding. Karena saya tidak akan bisa lewat apabila ada dinding di sana. Sang dindinglah yang paling hebat.
            Bapak dan ibu tikus pun pergi ke tempat sang dinding, meminta supaya sang dinding mau menjadikan anaknya sebagai istri.
“Apa? Bukankah yang lebih hebat dari saya itu adalah sang tikus? Karena saya pun bisa dilobangi oleh sang tikus.”
            Mendengar hal itu, Bapak tikus berkata. “Oh, ternyata yang paling hebat sedunia itu adalah tikus.”

            Kemudian putri tikus akhirnya menikah dengan pemuda tikus. Dan mereka hidup berbahagia selamanya.

*** Pesan Moral ***

Di atas langit masih ada langit, janganlah menyombongkan diri

Wednesday, September 24, 2014

MOMOTARO

                             

Pada zaman dahulu kala di suatu tempat hiduplah sepasang kakek dan nenek.
Sang kakek pergi mencari kayu bakar ke gunung, sementara sang nenek pergi mencuci di sungai. Tatkala nenek mencuci di sungai, dari arah hulu sungai mendekatlah sebuah buah persik yang besar, berayun-ayun di air sungai..
“Kalau buah persik manis, datanglah ke sini, tapi kalau pahit menjauhlah.”
Begitu nenek berkata, buah persik besar yang kelihatannya manis itu mengalir mendekat ke arah nenek.
Nenek memungut buah persik itu dan membawanya pulang. Menjelang malam, kakek pulang dari gunung. Mereka berdua yang bermaksud akan memakan buah persik itu meletakkan buah persik di atas talenan, dan sewaktu akan memotongnya, tiba-tiba saja buah itu membelah dengan sendirinya. Dari dalamnya muncullah seorang anak laki-laki yang lucu, “Hoa…hoa”, suara tangisnya. Meskipun kakek dan nenek kaget, tapi mereka sangat senang sekali. Mereka kemudian membesarkannya dan memberi nama Momotaro.
Momotaro tidak rewel dalam hal makanan, ia hanya makan berapapun yang diberikan, dan tumbuhlah ia menjadi seorang anak yang kuat.. Jika diajarkan satu dia akan ingat sampai 10, dan jika diajarkan 10 dia akan ingat sampai 100. Begitulah, Momotaro lama-kelamaan tumbuh menjadi anak yang kuat dan cerdas.
Pada saat itu, datanglah gerombolan raksasa yang mengacau di desa, mengambil barang-barang milik penduduk desa dan menculik anak gadis mereka. Para penduduk desa sangat kesusahan karena ulah gerombolan raksasa tersebut.
Pada suatu hari, Momotaro datang ke hadapan kakek dan nenek, duduk dengan takzim dan menghaturkan sembah.
“Berkat kakek dan nenek saya telah tumbuh besar seperti ini, oleh karena itu izinkanlah saya pergi ke Pulau Raksasa untuk mengusir para raksasa tersebut. Dan buatkanlah untuk saya kibidango (kue tradisional Jepang) yang paling besar di seluruh Jepang” pinta Momotarou.
Kakek dan nenek terkejut dan mencoba untuk menghentikan, tapi Momotaro tetap pada niatnya  pergi ke Pulau Raksasa untuk mengusir para raksasa. Apa boleh buat, akhirnya kakek dan nenek membekali Momotaro dengan banyak sekali kibidango yang sangat besar., menyampirkannya di pinggang Momotaro  memakaikan ikat kepala baru, memasangkan sebilah pedang dan memberikan sebuah bendera dengan tulisan “Momotaro yang terkuat se-Jepang”, dengan begitu mereka melepas Momotaro untuk pergi ke Pulau Raksasa.
Begitu Momotaro telah jauh dari desa, datanglah seekor anjing mendekat, menggonggong pada Momotaro.
“Momotaro, Momotaro. Kamu pergi ke mana?”
“Saya pergi mengusir raksasa ke Pulau Raksasa.”
“Biarkanlah saya ikut denganmu, dan bolehkah saya minta kibidango yang tersampir di pinggangmu agak sebuah?”
“Baiklah. Dengan memakan kibidango ini kamu akan mendapatkan tenaga 10 orang”, berbicara begitu Momotaro memberikan sebuah kibidango pada anjing dan memperbolehkan anjing mengikutinya ke Pulau Raksasa. Mereka berdua berjalan semakin mendekati gunung, datanglah seekor burung kiji yang berkicau menyapa.
“Momotaro, Momotaro. Kamu pergi ke mana?”
“Mengusir raksasa ke Pulau Raksasa.”
“Biarkanlah saya ikut denganmu, dan bolehkah saya minta kibidango yang tersampir di pinggangmu agak sebuah?”
“Baiklah.” Momotaro memberi burung kiji sebuah kibidango dan memperbolehkannya menyertainya.
Momotaro berjalan disertai anjing dan burung kiji, dan di tengah jalan datanglah seekor monyet menghampiri mereka. Seperti halnya anjing dan burung kiji, monyetpun menyertai Momotaro ke Pulau Raksasa. Momotaro menjadi pemimpin mereka bertiga untuk pergi ke Pulau raksasa.
Begitu sampai di Pulau Raksasa, berdirilah sebuah pintu gerbang besar berwarna hitam. Monyet mengetuk pintu gerbang, dan dari dalam keluarlah Raksasa Merah, “Siapa?”
“Saya adalah Momotaro yang terkuat se-Jepang. Datang untuk mengusir kalian para raksasa. Bersiaplah untuk itu.” Jawab Momotaromengeluarkan pedangnya dan memotong Raksasa Merah.
Raksasa kecil yang ada di sana dan melihat kejadian itu, berteriak-teriak sambil berlari masuk ke dalam. Di dalam para raksasa sedang berpesta minum sake.
“Apa? Momotaro?..Ah ternyata hanya seorang anak kecil.” Mereka menertawakan Momotaro.
Tetapi, Momotaro telah memiliki kekuatan 1000 orang karena telah memakan kibidango. Momotaro mengayunkan pedangnya, anjing menggigit para raksasa, monyet menarik-narik mereka, dan burung kiji mematuki mereka dari atas. Serangan mereka sangat hebat. Akhirnya lama kelamaan para raksasa kalah menghadapi Momotaro.
Pemimpin raksasa menyembah pada Momotaro, meminta maaf dengan air mata yang berlinangan.
“Tolong jangan bunuh kami, kami berjanji tidak akan  berbuat jahat lagi. Dan seluruh harta akan kami berikan.”
“Baiklah, saya akan mengampuni nyawa kalian.” Jawab Momotaro.

Momotaro menerima harta pemberian para raksasa sebagai oleh2 untuk kakek dan nenek. Ia memasukkannya ke dalam gerobak dengan dibantu oleh anjing, monyet dan burung kiji. Rakyat desa pun sangat senang. Mereka mengelu-elukan kekuatan dan keberanian Momotaro.

                                         *** Pesan Moral ***
                            Jadilah anak yang pandai membalas budi